Hari kiamat dan hancurnya dunia ini adalah suatu hal yang pasti. Keyakinan ini sudah semestinya menjadi aqidah seorang muslim.
Allah Ta’ala berfirman,
يُدَبِّرُ الْأَمْرَ يُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لَعَلَّكُمْ بِلِقَاءِ رَبِّكُمْ تُوقِنُونَ
“Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Rabbmu.” (QS. Ar Ra’du: 2)
Namun menyongsong hari kiamat tersebut muncul peristiwa-peristiwa besar yang disebut dengan asyrothus saa’ah (tanda-tanda hari kiamat). Para ulama pun menjelaskan bahwa tanda-tanda kiamat itu ada dua macam yaitu tanda shughro (kecil) dan tanda kubro (besar). Dan sebenarnya dapat pula tanda tersebut dirinci menjadi empat macam.
Pertama, tanda shughro yang pernah terjadi dan telah berakhir. Contohnya adalah diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamdan terbelahnya bulan.
Kedua, tanda shughro yang terus menerus terjadi dan berulang. Contohnya adalah menyerahkan amanah kepada orang yang bukan ahlinya, muncul para pendusta yang mengaku sebagai nabi, muncul wanita-wanita yang berpakaian namun hakekatnya telanjang dan merebaknya perzinaan.
Ketiga, tanda shughro yang belum terjadi. Contohnya adalah tanah Arab akan menjadi subur dan penuh pengairan.
Keempat, tanda kubro, artinya bila tanda-tanda ini muncul, maka kiamat sebentar lagi akan tiba. Di antara tanda tersebut adalah munculnya Imam Mahdi, Dajjal, turunnya Nabi ‘Isa ke dunia, dan keluarnya Ya’juj-Ma’juj.
Mungkin ada yang menanyakan, “Mengapa kita harus mengetahui dan mengenal tanda-tanda hari kiamat?”
Ingat, mengenalnya bukanlah hanya untuk menambah wacana. Namun ada beberapa alasan kita mesti mengenalnya.
Pertama: Mengenal tanda-tanda hari kiamat merupakan bagian dari beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Karena bagaimana mungkin seorang hamba dikatakan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, namun tidak membenarkan berita keduanya?! Padahal Allah Ta’ala berfirman,
ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ, الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ
“Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib.” (QS. Al Baqarah: 2-3).
Kedua: Mengenal tanda-tanda tersebut juga merupakan bagian dari rukun iman –yaitu beriman kepda hari akhir-. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan mengenai definisi iman,
أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
“Iman adalah engkau beriman pada Allah, pada malaikat-Nya, pada kitab-kitab-Nya, pada para Rasul-Nya, pada hari akhir dan engkau beriman pada takdir yang baik dan buruk.”[1]
Ketiga: Semakin mengenal tanda-tanda tersebut akan semakin memperkokoh keimanan seseorang pada hari kiamat.
Selanjutnya kita akan melihat beberapa penjelasan mengenai tanda-tanda kiamat kubro. Karena tanda-tanda ini yang biasa diperselisihkan oleh Ahlus Sunnah dan aliran yang menyimpang. Kita akan mengkaji empat peristiwa besar yaitu kedatangan Imam Mahdi, turunnya Nabi Isa ‘alaihis salam, keluarnya Dajjal, dan keluarnya Ya’juj-Ma’juj. Semoga Allah mudahkan.
Tanda Kubro Pertama:
Kedatangan Imam Mahdi yang Dinanti-nanti
Makna Mahdi
Mahdi berarti orang yang diberi petunjuk dan dalam bahasa Arab mahdi masuk dalam kategori isim maf’ul[2]. Makna ini sebagaimana terdapat dalam hadits Al ‘Irbadh bin Sariyah,
وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ
“Dan sunnah para Khulafa’ rosyidin (yang mendapat petunjuk dalam beramal), mahdiyin (yang mendapat petunjuk ilmu).”[3]
Ibnul Atsir mengatakan, “Yang dimaksud al mahdi dalam hadits ini adalah orang yang diberi petunjuk pada kebenaran. Mahdi kadang menjadi nama orang bahkan sudah seringkali digunakan seperti itu. Begitu pula Al Mahdi juga bermakna orang yang dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan akan muncul di akhir zaman. Juga mahdi bisa dimaksudkan dengan Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali radhiyallahu ‘anhum. Bahkan mahdi juga bisa bermakna lebih luas, yaitu siapa saja yang mengikuti jalan hidup mereka dalam beragama.”[4]
Namun yang dimaksudkan dengan Mahdi dalam pembahasan kali ini adalah Imam Mahdi yang telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang akan datang di akhir zaman. Dia akan menguatkan agama ini dan menyebarkan keadilan. Kaum muslimin dan kerajaan Islam akan berada di bawah kekuasaannya. Imam Mahdi berasal dari keturunan Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia hidup di zaman Nabi Isa ‘alaihis salam turun dan di masa keluarnya Dajjal.[5]
Beberapa Pendapat Mengenai Siapakah Imam Mahdi
Ibnul Qayim rahimahullah mengatakan, “Hadits-hadits yang membicarakan tentang Imam Mahdi ada empat macam. Ada yangshahih, ada yang hasan, ada yang ghorib dan ada pula yang maudhu’ (palsu).“[6]
Dari sini, manusia berselisih pendapat siapakah Imam Mahdi yang sebenarnya.
Pendapat pertama, mengatakan bahwa Imam Mahdi adalah Al Masih ‘Isa bin Maryam. Itulah Imam Mahdi yang sebenarnya menurut mereka. Mereka beralasan dengan hadits dari Muhammad bin Kholid Al Jundi, namun hadits tersebut adalah hadits yang tidak shahih. Seandainya pun shahih, itu bukanlah dalil untuk mengatakan bahwa Imam Mahdi adalah Nabi ‘Isa ‘alaihis salam. Karena Nabi ‘Isa tentu saja lebih pantas disebut Mahdi (karena asal makna mahdi adalah yang diberi petunjuk, -pen) daripada Imam Mahdi itu sendiri. Nabi ‘Isa itu diutus sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau akan turun lagi menjelang hari kiamat. Sebagaimana pula telah diterangkan dalam hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Nabi ‘Isa ‘alaihis salam akan turun di menara putih, sebelah timur Damaskus. ‘Isa pun akan turun dan berhukum dengan Kitabullah (Al Qur’an), beliau akan membunuh orang Yahudi dan Nashrani, menghapuskan jizyah[7] dan akan membinasakan golongan-golongan yang menyimpang.[8]
Pendapat kedua, Imam Mahdi adalah pemimpin di masa Bani Al ‘Abbas dan masa tersebut sudah berakhir. Namun hadits-hadits yang membicarakan hal tersebut seandainya shahih, itu bukanlah dalil bahwa Imam Mahdi yang memimpin Bani Al ‘Abbas adalah Imam Mahdi yang akan muncul di akhir zaman. Ibnul Qayyim mengatakan, “Dia memang mahdi (karena asal makna mahdi adalah yang diberi petunjuk, namun dia bukan Imam Mahdi yang akan muncul di akhir zaman, pen). Sebagaimana ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz adalah mahdi (yang diberi petunjuk) dan sebenarnya beliau lebih pantas disebut mahdi daripada penguasa Bani Al ‘Abbas.”[9]
Pendapat ketiga, Imam Mahdi adalah seseorang yang berasal dari keturunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, keturunan Al Hasan bin ‘Ali. Dia akan datang di akhir zaman di saat zaman penuh dengan kezholiman. Lalu Imam Mahdi datang dengan membawa keadilan. Inilah Imam Mahdi yang dimaksudkan dalam banyak hadits.
Adapun hadits-hadits yang membicarakan mengenai Imam Mahdi, sebagian sanadnya ada yang dho’if dan ghorib. Namun hadits-hadits tersebut saling menguatkan satu dan lainnya. Inilah yang menjadi pendapat Ahlus Sunnah dan inilah pendapat yang benar.
Ibnul Qayyim kemudian menjelaskan, “Adapun Rofidhoh (Syi’ah Al Imamiyah), mereka memiliki pendapat yang keempat. Mereka berpendapat bahwa Imam Mahdi adalah Muhammad bin Al Hasan Al ‘Askariy Al Muntazhor (yang dinanti-nanti). Dia merupakan keturunan Al Husain bin ‘Ali, bukan dari keturunan Al Hasan bin ‘Ali (sebagaimana yang diyakini Ahlus Sunnah, -pen). Dia akan hadir di berbagai negeri tetapi tidak kasatmata, dia akan mewariskan tongkat dan menutup padang sahara. Dia akan masuk Sirdab Samira’ semasa kanak-kanak sejak lebih dari 500 tahun. Kemudian tidak ada satu pun melihatnya setelah itu. Dan tidak pernah diketahui berita, begitu pula jejaknya. Namun, setiap hari orang-orang Rafidhah selalu menanti dengan tunggangan kuda di pintu Sirdab. Mereka sering berteriak agar Imam Mahdi tersebut dapat keluar menemui mereka. Mereka memanggil, “Wahai tuan kami, keluarlah.” Namun mereka pun pulang dengan tangan hampa, tidak mendapatkan apa-apa. Usaha mereka yang begitu giat, hanya sia-sia belaka.” [10]
Nama Imam Mahdi
Nama Imam Mahdi adalah Muhammad, sedangkan nama ayahnya adalah ‘Abdullah. Jadi, nama Imam Mahdi dan nama ayahnya sama dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَذْهَبُ الدُّنْيَا حَتَّى يَمْلِكَ الْعَرَبَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِى يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِى
“Dunia ini tidak akan sirna hingga seorang pria dari keluargaku yang namanya sama dengan namaku (yaitu Muhammad) menguasai Arab.”[11] Maksud bahwa orang tersebut akan menguasai Arab adalah ia akan menguasai non Arab juga. Ath Thibi mengatakan, “Dalam hadits di atas tidak disebutkan non Arab, namun mereka tetap termasuk dalam hadits tersebut. Jika dikatakan menguasai Arab, maka itu berarti juga menguasai non Arab karena Arab dan non Arab adalah satu kata dan satu tangan.”[12]
Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan mengenai Imam Mahdi,
مِنْ أَهْلِ بَيْتِى يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِى وَاسْمُ أَبِيهِ اسْمَ أَبِى
“Dia berasal dari keluargaku. Namanya (yaitu Muhammad) sama dengan namaku. Nama ayahnya (yaitu ‘Abdullah) pun sama dengan nama ayahku.”[13]
Imam Mahdi berasal dari keturunan Fathimah, putri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمَهْدِىُّ مِنْ عِتْرَتِى مِنْ وَلَدِ فَاطِمَةَ
“Imam Mahdi adalah dari keluargaku dari keturunan Fathimah.”[14]
Hadits di atas menunjukkan bahwa Imam Mahdi berasal dari keturunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu dari jalur Fathimah. Inilah pendapat yang tepat.
Oleh karena itu, nama Imam Mahdi –sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Katsir- adalah:
مُحَمَّدٌ بْنُ عَبْدِ اللهِ العَلَوِي الفَاطِمِي الحَسَنِي
Muhammad bin Abdullah Al ‘Alawi (keturunan Ali bin Abu Tholib) Al Fathimiy (keturunan Fatimah binti Muhammad) Al Hasaniy (keturunan Hasan bin ‘Ali). [15]
Waktu Munculnya Imam Mahdi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَذْهَبُ أَوْ لاَ تَنْقَضِى الدُّنْيَا حَتَّى يَمْلِكَ الْعَرَبَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِى يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِى
“Dunia tidak akan lenyap atau tidak akan sirna hingga seseorang dari keluargaku menguasai bangsa Arab. Namanya sama dengan namaku.”[16]
Ibnu Katsir mengatakan, “Imam Mahdi akan muncul di akhir zaman. Saya mengira bahwa munculnya Imam Mahdi adalah sebelum turunnya Nabi ‘Isa, sebagaimana ditunjukkan oleh hadits-hadits yang menyebutkan hal ini.”[17]
Sifat Fisik Imam Mahdi
Dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمَهْدِىُّ مِنِّى أَجْلَى الْجَبْهَةِ أَقْنَى الأَنْفِ
“Imam Mahdi adalah keturunanku. Dahinya lebar (atau rambut kepala bagian depannya tersingkap) dan hidungnya mancung.”[18] Al Qori’ dalam mengatakan, “Hidung beliau tidaklah pesek karena bentuk hidung semacam ini kurang disukai.”[19]
Di Masa Imam Mahdi akan Tersebar Kemakmuran dan Keadilan
Di masa Imam Mahdi akan penuh dengan keadilan dan kemakmuran, berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Di zaman beliau, harta begitu melimpah, banyak ditumbuhi tanaman dan semakin banyak hewan ternak. Dari Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمَهْدِىُّ مِنِّى أَجْلَى الْجَبْهَةِ أَقْنَى الأَنْفِ يَمْلأُ الأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا وَظُلْمًا يَمْلِكُ سَبْعَ سِنِينَ
“Imam Mahdi berasal dari keturunanku. Beliau memiliki dahi yang lebar dan hidung yang mancung. Di masanya, akan tersebar keadilan di muka bumi, sebagaimana sebelumnya penuh dengan kezholiman dan kelaliman. Beliau akan berkuasa selama 7 tahun.”[20]
Juga dari Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَكُونُ فِى أُمَّتِى الْمَهْدِىُّ إِنْ قُصِرَ فَسَبْعٌ وَإِلاَّ فَتِسْعٌ فَتَنْعَمُ فِيهِ أُمَّتِى نَعْمَةً لَمْ يَنْعَمُوا مِثْلَهَا قَطُّ تُؤْتَى أُكُلَهَا وَلاَ تَدَّخِرُ مِنْهُمْ شَيْئًا وَالْمَالُ يَوْمَئِذٍ كُدُوسٌ فَيَقُومُ الرَّجُلُ فَيَقُولُ يَا مَهْدِىُّ أَعْطِنِى فَيَقُولُ خُذْ
“Akan ada pada umatku Al Mahdi. Jika masanya pendek (dia memerintah) selama 7 tahun, jika tidak maka 9 tahun. Pada masa itu umatku akan mendapatkan kenikmatan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Mereka akan memperoleh banyak makanan dan mereka tidak akan menyimpannya. Pada saat itu, harta begitu melimpah. Ada seseorang yang mengatakan, ‘Wahai Imam Mahdi, berilah aku sesuatu.’ Lalu beliau mengatakan, ‘Ambillah’.”[21]
Dalam riwayat Tirmidzi dikatakan,
« فَيَجِىءُ إِلَيْهِ رَجُلٌ فَيَقُولُ يَا مَهْدِىُّ أَعْطِنِى أَعْطِنِى ». قَالَ « فَيَحْثِى لَهُ فِى ثَوْبِهِ مَا اسْتَطَاعَ أَنْ يَحْمِلَهُ »
“Datanglah seseorang kepada Imam Mahdi, lalu dia berkata, ‘Wahai Imam Mahdi, berikanlah aku sesuatu, berikanlah aku sesuatu.’ Lalu Nabi berkata, “Imam Mahdi pun menuangkan sesuatu di pakaiannya yang ia tidak sanggup memikulnya”.”[22]
Dalam riwayat Al Hakim juga dikatakan,
يَخْرُجُ فِي آخِرِ أُمَّتِي المَهْدِيُّ يَسْقِيْهِ اللهُ الغَيْثَ ، وَتُخْرِجُ الأَرْضُ نَبَاتَهَا ، وَيُعْطِي المَالَ صِحَاحًا ، وَتَكْثُرُ المَاشِيَةُ وَتَعْظُمُ الأُمَّةُ ، يَعِيْشُ سَبْعًا أَوْ ثَمَانِيًا » يَعْنِي حِجَجًا
“Imam Mahdi akan keluar di akhir umatku. (Pada masanya), Allah akan menurunkan hujan, akan menumbuhkan tanaman di muka bumi, harta akan dibagi secara merata. Binatang ternak akan semakin banyak, begitu juga umat akan bertambah besar. Imam Mahdi hidup selama 7 atau 8 tahun.”[23]
Masa Kekuasaan Imam Mahdi
Disebutkan dalam riwayat At Tirmidzi,
إِنَّ فِى أُمَّتِى الْمَهْدِىَّ يَخْرُجُ يَعِيشُ خَمْسًا أَوْ سَبْعًا أَوْ تِسْعًا
“Imam Mahdi akan muncul di tengah-tengah umatku dan ia akan berkuasa selama lima, tujuh atau sembilan tahun.” Ada keraguan dari Zaid, salah seorang periwayat hadits ini.[24]
Al Mubarakfuri menjelaskan, “Dalam riwayat dari Abu Sa’id Al Khudri dalam sunan Abu Daud disebutkan bahwa Imam Mahdi berkuasa selama tujuh tahun dan tidak ada keraguan sama sekali dari perowi. Begitu pula dalam hadits Ummu Salamah disebutkan pula bahwa Imam Mahdi akan berkuasa selama tujuh tahun. Di sini juga tanpa disebutkan adanya keraguan dari perowi. Dari sini, hadits yang menggunakan lafazh tegas lebih didahulukan daripada lafazh yang masih ada syak (keraguan).”[25] Dari penjelasan beliau menunjukkan bahwa yang lebih tepat jika kita katakan, Imam Mahdi berkuasa selama tujuh tahun. Wallahu a’lam.
Di mana Imam Mahdi Muncul?
Tidak ada sama sekali riwayat yang shahih yang menunjukkan di manakah tempat munculnya Imam Mahdi atau waktu kapan keluarnya Imam Mahdi. Akan tetapi, para ulama menjelaskan hal itu dari kesimpulan beberapa riwayat, namun tidak ditegaskan pasti di mana dan kapan munculnya.[26]
Imam Mahdi akan muncul dari arah timur (yaitu timur Jazirah Arab). Sebagaimana hal ini diisyaratkan dalam riwayat Ibnu Majah[27].
Ibnu Katsir mengatakan, ”Imam Mahdi akan muncul dari arah timur dan bukan dari Sirdab Samira’ sebagaimana yang disangkakan oleh Syi’ah (Rafidhah). Mereka menunggu sampai sekarang, padahal persangkaan orang Rafidhah itu hanyalah igauan semata, pemikiran yang sangat lemah dan pemahaman gila yang dimasukkan oleh syaithan. Sanggkaan mereka tidak ada landasan sama sekali dari Al Qur’an maupun As Sunnah serta apa yang mereka sangkakan sangat tidak logis dan tidak sesuai dengan akal yang sehat .”[28]
Nabi ’Isa akan Shalat di Belakang Imam Mahdi
Ketika Nabi ’Isa ’alaihis salam turun kembali di akhir zaman, beliau akan shalat di belakang Imam Mahdi yaitu menjadi makmum di belakangnya.
Dari Jabir bin ’Abdillah, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِى يُقَاتِلُونَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ - قَالَ - فَيَنْزِلُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ -صلى الله عليه وسلم- فَيَقُولُ أَمِيرُهُمْ تَعَالَ صَلِّ لَنَا. فَيَقُولُ لاَ. إِنَّ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ أُمَرَاءُ. تَكْرِمَةَ اللَّهِ هَذِهِ الأُمَّةَ
”Sekelompok dari umatku ada yang akan terus membela kebenaran hingga hari kiamat. Menjelang hari kiamat turunlah ’Isa bin Maryam. Kemudian pemimpin umat Islam saat itu berkata, ”(Wahai Nabi Isa), pimpinlah shalat bersama kami.” Nabi ’Isa pun menjawab, ”Tidak. Sesungguhnya sudah ada di antara kalian yang pantas menjadi imam (pemimpin). Sungguh, Allah telah memuliakan umat ini.”[29]
Dalam hadits yang muttafaqun ’alaih (disepakati Bukhari dan Muslim), Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا نَزَلَ ابْنُ مَرْيَمَ فِيكُمْ وَإِمَامُكُمْ مِنْكُمْ
”Bagaimana kalian jika ’Isa bin Maryam turun di tengah-tengah kalian dan imam kalian dari kalangan kalian sendiri?”[30]
Abu Dzar Al Harowiy, dari Al Jauzaqi, dari sebagian ulama masa silam mengatakan bahwa makna ”Imamukum minkum” (Imam kalian adalah dari kalian sendiri), yaitu imam tersebut berhukum dengan Al Qur’an dan bukan dengan Injil.
Ibnu At Tiin mengatakan, ”Makna ”Imamukum minkum” (Imam kalian adalah dari kalian sendiri), yaitu bahwa syari’at Nabi Muhammad itu akan terus dipakai hingga hari kiamat.”[31]
Ringkasnya, maksud penjelasan di atas bahwa Imam Mahdi adalah sebagai imam (pemimpin) kaum muslimin ketika itu. Termasuk pula Nabi Isa ’alaihis salam, beliau akan bermakmum di belakang Imam Mahdi. Beliau pun akan mengikuti syari’at Islam.
Riwayat yang Membicarakan Imam Mahdi adalah Mutawatir
Mutawatir secara bahasa berarti berturut-turut (tatabu’). Secara istilah, hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan dari jalan yang sangat banyak sehingga mustahil untuk bersepakat dalam kedustaan karena mengingat banyak jumlahnya dan kesholihannya serta perbedaan tempat tinggal.
Hadits mutawatir ada dua macam yaitu mutawatir lafzhi dan mutawatir ma’nawi. Mutawatir lafzhi adalah hadits yang jumlah periwayatannya amat banyak dan semuanya menggunakan lafazh yang sama atau hampir sama. Sedangkan mutawatri ma’nawi adalah hadits yang membicarakann suatu masalah dengan berbagai macam redaksi, namun menunjukkan pada satu pembicaraan.
Hadits yang membicarakan mengenai kemunculan Imam Mahdi adalah hadits mutawatir ma’nawi. Artinya, hadits tersebut membicarakan mengenai Imam Mahdi dengan berbagai macam redaksi, namun intinya atau maksudnya sama yaitu membicarakan kemunculan Imam Mahdi. Ini menunjukkan bahwa kemunculannya mustahil untuk dikatakan dusta.
Al Hafizh Abul Hasan Al Aabari mengatakan, ”Berita yang membicarakan munculnya Imam Mahdi adalah hadits yang mutawatir dan amat banyak riwayat yang berasal dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam yang membicarakan mengenai kemunculannya.”[32]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, ”Hadits-hadits yang membicarakan mengenai kemunculan Imam Mahdi adalah hadits yang shahih sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud, At Tirmidzi, Ahmad dan selainnya, dari hadits Ibnu Mas’ud atau yang lainnya.”[33]
Asy Syaukani mengatakan, ”Hadits-hadits yang membicarakan mengenai kemunculan Imam Mahdi yang dinanti-nanti ada dalam 50 hadits. Di antara hadits tersebut ada yang shahih, hasan dan dho’if. Hadits yang membicarakan Imam Mahdi dipastikan adalah hadits mutawatir, tanpa keraguan sedikit pun. ... Begitu pula berbagai riwayat dari para sahabat tentang kemunculan Imam Mahdi amat banyak. Bahkan perkataan para sahabat ini dapat dihukumi sebagai hadits marfu’ yaitu perkataan Nabi, karena tidak mungkin ada ruang ijtihad dari mereka dalam masalah ini.”[34]
Shidiq Hasan Khon –ulama India dan merupakan murid Asy Syaukani- mengatakan, ”Hadits yang membicarakan mengenai kemunculan Imam Mahdi dengan berbagai macam periwayatan adalah amat banyak, bahkan sampai derajat mutawatir ma’nawi. Hadits-hadits yang membicarakan hal tersebut disebutkan dalam berbagai kitab Sunan dan selainnya, juga dalam berbagai mu’jam dan kitab musnad.”[35]
Demikian pembahasan kami mengenai Imam Mahdi. Nantikan pembahasan kami selanjutnya mengenai turunnya Nabi Isa 'alaihis salam di akhir zaman. Semoga Allah mudahkan.
[1] HR. Muslim no. 8, dari ‘Umar bin Al Khottob.
[2] Lihat Asyrotus Saa’ah, ‘Abdullah bin Sulaiman Al Ghofiliy, hal. 92, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah.
[3] HR. Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat As Silsilah Ash Shahihah no. 2735.
[4] An Nihayah fii Ghoribil Hadits wal Atsar, Ibnul Atsir, 5/577, Asy Syamilah
[5] Asyrotus saa’ah, ‘Abdullah bin Sulaiman Al Ghofiliy, hal. 94, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah
[6] Al Manar Al Munif fi Shohih wa Dho’if, Ibnu Qayyim Al Jauziyah [Tahqiq: ‘Abdul Fatah Abu Ghadah], hal. 148, Asy Syamilah
[7] Karena pada saat itu cuma ada dua pilihan yaitu masuk Islam ataukah dibunuh. Sedangkan di zaman sebelum ’Isa turun, jika tidak mau memeluk Islam, masih bisa hidup asalkan dapat menunaikan jizyah.
[8] Penjelasan mengenai turunnya ‘Isa ‘alaihis salam menjelang hari kiamat -insya Allah- akan dijelaskan pada Serial Tanda-Tanda Hari Kiamat berikutnya.
[9] Al Manar Al Munif fi Shohih wa Dho’if, hal. 92.
[10] Pembahasan ini kami olah dari pembahasan Ibnul Qayyim dalam Al Manar Al Munif, hal. 148-152
[11] HR. Tirmidzi no. 2230, dari ‘Abdullah bin Mas’ud. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan pula oleh ‘Ali, Abu Sa’id, Ummu Salamah, dan Abu Hurairah, status hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan dalam Misykatul Mashobih 5452 [16] bahwa hadits ini hasan.
[12] Lihat ‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud, Abu Thayyib, 11/250, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, Beirut, cetakan kedua, 1415 H.
[13] HR. Abu Daud no. 4282, dari ‘Abdullah bin Mas’ud. Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dho’if Sunan Abi Daud mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.
[14] HR. Abu Daud no. 4284, dari Ummu Salamah. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abu Daud mengatakan bahwa hadits ini shohih.
[15] An Nihayah fil Fitan wal Malahim, hal. 17, Mawqi’ Al Waraq.
[16] HR. Tirmidzi no. 2230 dan Abu Daud no. 4282, dari Zirr, dari ‘Abdullah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.
[17] An Nihayah fil Fitan wal Malahim, hal. 15.
[18] HR. Abu Daud no. 4285. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.
[19] Lihat keterangan Al Qoriy yang disebutkan oleh Abu Thoyib dalam ‘Aunul Ma’bud, 11/252, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, Beirut, cetakan kedua, tahun 1415 H.
[20] HR. Abu Daud no. 4285. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.
[21] HR. Ibnu Majah no. 4083. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.
[22] HR. Tirmidzi no. 2232. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.
[23] HR. Al Hakim (4/557-558). Hadits ini dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash Shohihah no. 711.
[24] HR. Tirmidzi no. 2232, dari Abu Sa’id Al Khudri. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.
[25] Tuhfatul Ahwadzi, Syaikh Muhammad ‘Abdurrahman bin ‘Abdurrahim Al Mubarakfuri Abul ‘Alaa, 6/404, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, Beirut.
[26] Lihat Asyrotus Saa’ah, hal. 97.
[27] HR. Ibnu Majah no. 4084, dari Tsauban. Dalam Az Zawaid dikatakan bahwa sanad hadits ini shahih dan periwayatnya adalah tsiqoh (terpercaya). Al Hakim dalam Al Mustadrok mengatakan bahwa riwayat ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim. Sedangkan Syaikh Al Albani mengatakan bahwa riwayat ini dho’if.
[28] Lihat An Nihayah fil Fitan wal Malahim, hal. 17.
[29] HR. Muslim no. 156.
[30] HR. Bukhari no. 3449 dan Muslim no. 155, dari Abu Hurairah.
[31] Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 6/493-494, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379.
[32] Tahdzib At Tahdzib, Ibnu Hajar Al ‘Asqolaniy, 9/126, Mawqi’ Ya’sub.
[33] Minhajus Sunnah An Nabawiyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 8/254, Muassasah Qurthubah, cetakan pertama, tahun 1406 H.
[34] Lihat Asyrotus Saa’ah, hal. 105.
[35] Al Idza’ah lima Kaana wa Maa Yakuunu Baina Yaday As Saa’ah, hal. 112-113. Dinukil dari Asyrotus Saa’ah, hal. 104.